MENYEDERHANAKAN PENEGAKAN HUKUM DI LAUT INDONESIA : RELEVANSI PENGHAPUSAN BAKAMLA
Jakarta 05 Oktober 2024
Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb *)
Pendahuluan
Indonesia, dengan wilayah laut yang luas dan kaya, merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah maritim yang mencakup dua pertiga dari total wilayah Indonesia menjadikannya sebagai pusat lalu lintas perdagangan dunia, tetapi juga rentan terhadap berbagai ancaman keamanan maritim. Beberapa ancaman yang sering terjadi di wilayah perairan Indonesia antara lain illegal fishing, penyelundupan manusia, narkotika, perompakan, dan pencemaran laut. Untuk menjaga keamanan laut dan menegakkan hukum, negara mengandalkan beberapa lembaga seperti Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Namun, dengan revisi Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, kewenangan KPLP diperluas dan secara efektif mengambil alih semua tugas yang sebelumnya diklaim oleh Bakamla. Revisi ini memberikan otoritas penuh kepada KPLP dalam menangani berbagai ancaman keamanan maritim, yang memunculkan pertanyaan apakah Bakamla masih relevan untuk dipertahankan ?. Artikel ini akan mengelaborasi bahwa 10 ancaman utama keamanan maritim yang selama ini diklaim oleh Bakamla kini telah menjadi tugas dan fungsi KPLP, serta menegaskan pentingnya penyederhanaan kelembagaan melalui penghapusan Bakamla demi efisiensi dan efektivitas dalam penegakan hukum di laut.
Landasan Teori: Filsafat Hukum dan Administrasi dalam Penyederhanaan Kewenangan
- Teori Kewenangan dalam Filsafat Hukum: John Locke
- John Locke, dalam teori pemisahan kekuasaan, menegaskan bahwa pemisahan fungsi dan kewenangan di antara lembaga negara merupakan elemen penting dalam menjaga ketertiban dan keadilan dalam suatu sistem hukum. Locke menekankan bahwa ketika kewenangan tumpang tindih, potensi terjadinya konflik otoritas dan ketidakpastian hukum akan meningkat. Kewenangan yang tidak terdefinisi dengan jelas akan menyebabkan kekacauan dalam penerapan hukum dan memperlemah sistem negara hukum yang ideal .
- Dalam konteks Indonesia, tumpang tindih antara KPLP dan Bakamla mengakibatkan terjadinya ketidakpastian di lapangan terkait siapa yang memiliki otoritas dalam menangani pelanggaran hukum di laut. Dengan revisi UU No. 17/2008 yang memperluas kewenangan KPLP, penegakan hukum maritim kini menjadi lebih jelas, untuk menghindari benturan otoritas antara kedua lembaga. Penghapusan Bakamla merupakan langkah penting untuk memperjelas hierarki penegakan hukum di laut dan mencegah duplikasi kewenangan.
- Teori Efisiensi dalam Administrasi Negara: Max Weber
- Max Weber adalah salah satu teoritikus utama yang mempromosikan konsep efisiensi birokrasi. Weber menyatakan bahwa spesialisasi tugas, kejelasan hierarki, dan pemisahan kewenangan adalah kunci bagi terciptanya sistem administrasi yang efisien. Jika terdapat duplikasi fungsi di antara lembaga-lembaga negara, maka yang terjadi adalah pemborosan sumber daya dan ketidakmampuan untuk menjalankan tugas secara optimal .
- Dalam konteks KPLP dan Bakamla, tumpang tindih kewenangan mengakibatkan inefisiensi dalam penegakan hukum maritim. Dua lembaga yang memiliki peran serupa, seperti melakukan patroli laut, penghentian kapal, dan penegakan hukum terhadap penyelundupan, menciptakan duplikasi tugas yang memboroskan anggaran. Penyederhanaan lembaga dengan menyerahkan semua kewenangan kepada KPLP akan memungkinkan negara untuk mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien.
10 (Sepuluh) Ancaman Keamanan Maritim yang Kini Menjadi Tugas dan Fungsi KPLP
Sebelum revisi UU No. 17/2008, Bakamla selalu mengklaim tanggung jawab untuk menangani berbagai ancaman keamanan maritim, termasuk illegal fishing, penyeludupan perompakan, dan pencemaran laut. Namun, setelah revisi UU No. 17/2008, Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) diberi kewenangan yang lebih luas untuk menangani ancaman-ancaman ini. Pasal 277 dan 278 UU No. 17/2008 memberikan kewenangan eksplisit kepada KPLP untuk melakukan patroli laut, penghentian kapal, pengejaran seketika (hot pursuit), dan penyidikan terhadap berbagai pelanggaran hukum maritim.
Berikut adalah 10 (sepuluh) ancaman utama keamanan maritim yang kini menjadi tugas dan fungsi KPLP:
- Illegal Fishing
- Definisi: Penangkapan ikan secara ilegal di perairan Indonesia tanpa izin atau melanggar batas perairan.
- Undang-Undang yang Dilanggar:
- UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan,
- UU No. 31 Tahun 2004 yang telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009.
- Kewenangan KPLP: Berdasarkan Pasal 278 UU No. 17/2008, KPLP bertanggung jawab untuk menangani Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUU Fishing). Tugas ini mencakup penghentian kapal yang melanggar, pemeriksaan dokumen kapal, serta penindakan terhadap pelanggaran hukum .
- Illegal Logging
- Definisi: Pengangkutan kayu hasil penebangan ilegal dari wilayah hutan melalui jalur laut.
- Undang-Undang yang Dilanggar: UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
- Kewenangan KPLP: KPLP memiliki kewenangan penuh untuk menghentikan dan memeriksa kapal yang terlibat dalam pengangkutan kayu ilegal, serta berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanandalam proses penegakan hukum .
- Perompakan dan Pembajakan
- Definisi: Penyerangan terhadap kapal di laut dengan tujuan mencuri muatan, meminta tebusan, atau mengambil alih kapal.
- Undang-Undang yang Dilanggar:
- KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana),
- United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
- Kewenangan KPLP: KPLP bertugas melakukan patroli laut, menghentikan kapal yang terlibat dalam perompakan atau pembajakan, serta melakukan pengejaran seketika (hot pursuit) .
- Penyelundupan Narkotika
- Definisi: Perdagangan narkotika melalui jalur laut, menggunakan kapal sebagai sarana transportasi.
- Undang-Undang yang Dilanggar: UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
- Kewenangan KPLP: Berdasarkan Pasal 278 UU No. 17/2008, KPLP dapat menghentikan dan memeriksa kapal yang dicurigai terlibat dalam penyelundupan narkotika. KPLP juga dapat menyita barang bukti dan menyerahkan tersangka kepada Polri .
- Penyelundupan Manusia
- Definisi: Perpindahan manusia secara ilegal melintasi perbatasan negara melalui jalur laut untuk tujuan perdagangan manusia atau eksploitasi.
- Undang-Undang yang Dilanggar: UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
- Kewenangan KPLP: KPLP kini memiliki kewenangan untuk menghentikan kapal yang terlibat dalam penyelundupan manusia dan menyerahkan kasus ini kepada instansi penegak hukum lainnya.
- Pencemaran Laut
- Definisi: Pencemaran laut akibat pembuangan limbah berbahaya, tumpahan minyak, atau aktivitas kapal yang tidak mematuhi standar lingkungan.
- Undang-Undang yang Dilanggar: UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
- Kewenangan KPLP: KPLP berwenang untuk menghentikan kapal yang terlibat dalam pencemaran laut, melakukan penyelidikan, dan mengambil tindakan hukum yang sesuai.
- Penyelundupan Satwa Liar
- Definisi: Perdagangan ilegal satwa yang dilindungi melalui jalur laut.
- Undang-Undang yang Dilanggar: UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
- Kewenangan KPLP: KPLP memiliki kewenangan untuk menghentikan kapal yang membawa satwa liar yang dilindungi tanpa izin dan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup .
- Penelitian Ilegal di Laut
- Definisi: Penelitian di wilayah perairan Indonesia tanpa izin resmi dari pemerintah.
- Undang-Undang yang Dilanggar: UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
- Kewenangan KPLP: KPLP dapat menghentikan kapal yang melakukan penelitian ilegal di laut Indonesia dan menyita peralatan penelitian .
- Pelanggaran Batas Wilayah Laut
- Definisi: Kapal asing yang melanggar batas wilayah laut Indonesia tanpa izin.
- Undang-Undang yang Dilanggar: UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
- Kewenangan KPLP: KPLP dapat menghentikan kapal asing yang melanggar batas wilayah dan menyerahkannya ke otoritas yang berwenang .
- Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing
- Definisi: Aktivitas penangkapan ikan yang tidak dilaporkan atau tidak diatur oleh hukum nasional maupun internasional.
- Undang-Undang yang Dilanggar: UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
- Kewenangan KPLP: KPLP memiliki wewenang penuh untuk menghentikan kapal yang terlibat dalam IUU Fishing dan melakukan penyidikan terhadap dokumen serta aktivitas kapal yang melanggar .
Urgensi Penghapusan Bakamla untuk Penyederhanaan dan Efisiensi
Dengan revisi UU No. 17/2008, KPLP kini memiliki kewenangan yang mencakup semua tugas yang sebelumnya diklaim oleh Bakamla. Dalam situasi ini, Bakamla menjadi lembaga yang tidak lagi memiliki peran dalam penegakan hukum maritim, karena tugas-tugasnya telah dialihkan ke KPLP.
Penghapusan Bakamla dapat memberikan keuntungan signifikan:
- Penghapusan Kebingungan di Lapangan: Penghapusan Bakamla akan menghilangkan tumpang tindih kewenangan, sehingga petugas di lapangan tidak lagi bingung terkait otoritas penegakan hukum. Ini akan meningkatkan efisiensi operasional dan respons cepat terhadap ancaman maritim.
- Penghematan Anggaran: Penghapusan Bakamla akan memungkinkan negara untuk mengalokasikan anggaran yang sebelumnya digunakan oleh dua lembaga (KPLP dan Bakamla) menjadi satu. Anggaran untuk patroli, peralatan, dan sumber daya manusia dapat dipusatkan pada KPLP, sehingga meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya .
- Efisiensi Operasional: Dengan memusatkan kewenangan di satu lembaga, yakni KPLP, operasi penegakan hukum maritim akan lebih terkoordinasi dan berjalan lebih lancar. Pengalihan infrastruktur dan personel dari Bakamla ke KPLP juga akan memperkuat kapasitas KPLP dalam menjalankan tugasnya .
Kesimpulan: Pentingnya Penyederhanaan Kelembagaan untuk Efektivitas Penegakan Hukum Maritim
Revisi UU No. 17/2008 telah memberikan kewenangan luas kepada KPLP untuk menangani berbagai ancaman keamanan maritim yang sebelumnya menjadi tanggung jawab Bakamla. Hal ini menegaskan bahwa peran Bakamla kini tidak ada lagi, sehingga penghapusan Bakamla merupakan langkah yang logis untuk menyederhanakan struktur penegakan hukum di laut. Dengan menyatukan kewenangan di bawah KPLP, negara akan memperoleh kepastian hukum, efisiensi birokrasi, dan penghematan anggaran yang sangat baik. Penyederhanaan ini tidak hanya akan meningkatkan efektivitas penegakan hukum di laut, tetapi juga menciptakan sistem yang lebih responsif terhadap ancaman keamanan maritim. (saptana/2024).