Ancaman Keamanan Maritim
Oleh: Laksda TNI AL (Purn) Soleman B. Ponto, ST, MH
BATAM – Ancaman keamanan maritim pada dasarnya adalah ancaman pelanggaran hukum di laut.
Berikut delapan ancaman pelanggaran hukum di laut:
1. Pelanggaran wilayah, yakni melanggar UU 43/2008 tentang Wilayah Negara.
2. Perompakan bersenjata, yakni melanggar UU 34/2008 tentang TNI.
3. Kecelakaan di laut, yakni melanggar UU 17/2008 tentang Pelayaran.
4. Kejahatan terorganisasi lintas negara (transnational organized crime), yakni melanggar UU 6/2011 tentang Keimigrasian.
5. Penangkapan ikan secara ilegal, yakni melanggar UU 45/2009 tentang Perikanan.
6. Pencemaran Laut , yakni melanggar UU 17/2008 tentang Pelayaran.
7. Terorisme, yakni melanggar UU 15/2003 tentang Pemberantasan Terorisme.
8. Invasi, yakni melanggar UU 34/2004 tentang TNI.
Delapan macam ancaman faktual yang berpotensi terjadi di perairan Indonesia itu pada dasarnya adalah pelanggaran terhadap undang-undang atau pelanggaran hukum.
Dengan demikian tindak lanjutnya adalah harus melaksanaan penegakan hukum. Di Indonesia pelaksanaan penegakan hukum diatur dan berpedoman pada UU 8/1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal 7 KUHAP mengatur tentang kewenangan Penyidik dalam melaksanakan penegakan hukum yaitu :
Pasal 7 KUHAP
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang :
a. menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;
d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i. mengadakan penghentian penyidikan;
j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Selanjutnya siapa saja yang berhak mendapat status penyidik diatur pada pasal 6 KUHAP yaitu :
Pasal 6 KUHAP(1) Penyidik adalah :
a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Adapun yang berstatus sebagai penyidik adalah pejabat Polri dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Lalu ada pertanyaan, kewenangan PPNS diberikan oleh undang-undang yang mana? Jawabannya dapat dibaca pada pasal 7 ayat 2 KUHAP yaitu :
Pasal 7 KUHAP
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.
Jadi sangat jelas bahwa kewenangan PPNS diberikan oleh masing-masing Undang-undang yang menjadi dasar hukumnya.
Instansi yang tanggung jawabnya di bidang pelayaran adalah Direktorat Jenderal Perhubungan laut. Dengan demikian Pejabat PPNS tertentu Direktorat Jendral Perhubungan laut (Dirjen Hubla) diberi wewenang khusus sebagai penyidik. (*)